![]() |
Ilustrasi |
Ternate – Kasus dugaan pelecehan terhadap seorang mahasiswi oleh driver ojek online (ojol) di Kota Ternate menimbulkan tanda tanya publik. Pasalnya, meski sempat dilaporkan ke Polsek Ternate Selatan, perkara itu dinyatakan hanya sebagai kesalahpahaman dan berakhir dengan mediasi.
Informasi kasus ini pertama kali beredar melalui tangkapan layar percakapan di grup komunitas ojol. Dalam pesan yang berulang kali diteruskan, ibu korban disebut menghubungi pihak kampus setelah menerima aduan anaknya yang merasa ketakutan ketika menggunakan jasa ojol untuk berangkat kuliah. Pihak kampus kemudian mengonfirmasi langsung ke perusahaan ojol terkait identitas driver.
Dalam keterangan yang beredar, peristiwa itu disebut terjadi pada Selasa (23/9/2025) sekitar pukul 10.30 WIT. Sang mahasiswi dikabarkan hendak menuju kampus, namun dalam perjalanan, driver membelokkan kendaraan ke jalan sepi. Keduanya sempat berteduh karena hujan, dan pada saat itulah dugaan pelecehan terjadi.
Paman sekaligus Ketua Asosiasi Ojol Kota Ternate saat dikonfirmasi mengakui pihaknya menerima kabar ini dari grup internal. Namun ia menekankan, kepastian soal kebenaran kasus tersebut masih belum jelas.
“Kami dapat informasi dari grup InDrive. Saat ini kami masih mencoba mencari tahu, apakah benar driver itu melakukan perbuatan tersebut atau tidak, karena tentu ini bisa merusak nama baik perusahaan,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Unit Polsek Ternate Selatan, Julkifli, membenarkan adanya laporan dari pihak korban. Namun, ia menegaskan persoalan tersebut kini sudah selesai setelah mediasi keluarga.
“Laporan itu masuk pukul 5 sore kemarin. Hari ini kedua belah pihak berhasil dimediasi, didampingi keluarga. Ternyata semua hanya kesalahpahaman, sehingga sepakat berdamai. Driver ojol juga akan membuat video klarifikasi,” katanya, Rabu (24/9/2025).
Meski demikian, cara penyelesaian kasus ini menuai kritik. Publik mempertanyakan mengapa dugaan pelecehan seksual yang sempat menghebohkan masyarakat bisa langsung disebut “kesalahpahaman” tanpa proses hukum lebih lanjut. Apalagi, kabar beredarnya kasus ini sempat menimbulkan keresahan di kalangan mahasiswa, terutama kaum perempuan yang setiap hari menggunakan jasa transportasi online.
Sejumlah pihak menilai, kasus ini seharusnya tidak cukup diselesaikan lewat mediasi, melainkan harus diuji kebenarannya melalui proses hukum yang transparan. Tanpa itu, ada kekhawatiran kasus serupa bisa terulang, sementara perlindungan bagi korban semakin lemah. (Red/tim)