![]() |
Ketua LBH Ansor Kota Ternate, Zulfikran Bailussy, SH |
Ternate – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Kota Ternate melayangkan hak jawab atas sejumlah pemberitaan yang dinilai menyudutkan dua aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Agama (Kemenag) Maluku Utara serta Kepala Kanwil Kemenag Malut. Pemberitaan yang beredar sebelumnya menuding adanya rangkap jabatan, nepotisme, hingga penyalahgunaan kewenangan. Namun, menurut LBH Ansor, tudingan tersebut tidak sesuai fakta hukum dan tidak pernah dikonfirmasi kepada pihak terkait.
Ketua LBH Ansor Kota Ternate, Zulfikran Bailussy, SH, Selasa (16/09/20) menegaskan bahwa informasi soal dugaan rangkap jabatan yang dialamatkan kepada Yusri N. Samsudin tidak benar. Yusri memang pernah diperbantukan sebagai Bendahara Pengeluaran di MAN 1 Halmahera Selatan, namun hal itu sah secara hukum. Zulfikran menyebut aturan yang memperbolehkan hal tersebut termuat dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2016 serta PMK Nomor 190 Tahun 2012 Pasal 6 ayat (1), yang mengizinkan bendahara bersertifikasi merangkap lebih dari satu satuan kerja sepanjang masih berada dalam lingkup wilayah yang sama.
Lebih lanjut, sejak 4 Agustus 2025, Yusri telah resmi dilantik sebagai Kepala Tata Usaha MTsN 1 Ternate. Sejak saat itu, ia tidak lagi menjabat sebagai bendahara, baik di MAN 1 Halmahera Selatan maupun MTsN 1 Ternate. “Jadi tuduhan bahwa klien kami masih merangkap jabatan jelas keliru dan menyesatkan,” tegas Zulfikran, Senin (15/9).
Terkait isu nepotisme yang menyeret nama Kepala Kanwil Kemenag Malut, LBH Ansor menilai tudingan itu tidak berdasar. Zulfikran menyatakan, adanya hubungan keluarga tidak serta-merta dapat disebut sebagai nepotisme. Menurutnya, tuduhan mengenai intervensi, ancaman, atau penyalahgunaan jabatan harus dibuktikan dengan fakta hukum, bukan sekadar opini. “Prinsip negara hukum menuntut adanya bukti, bukan asumsi,” ujarnya.
LBH Ansor juga mengingatkan media agar menjalankan fungsi pers secara profesional dan berimbang. Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menegaskan bahwa pers wajib melayani hak jawab sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pemberitaan. “Kami menolak pemberitaan yang cenderung membangun stigma negatif tanpa dasar hukum yang kuat. Media seharusnya menjadi pilar demokrasi, bukan corong opini sepihak yang merusak reputasi seseorang tanpa bukti,” kata Zulfikran.
LBH Ansor menegaskan hak jawab ini wajib ditayangkan oleh media yang telah menyebarkan pemberitaan tersebut. Jika tidak, pihaknya membuka peluang menempuh langkah hukum melalui mekanisme Dewan Pers, bahkan jalur pidana. “Kami tetap kooperatif dan terbuka. Tetapi bila tuduhan tanpa bukti terus dipublikasikan, langkah hukum menjadi opsi yang tidak bisa dihindarkan,” tandasnya. (Red/tim)