![]() |
Sumber : Google |
Jakarta – Usulan Partai Gerindra agar setiap warga negara
hanya diperbolehkan memiliki satu akun media sosial (medsos) berpotensi
memunculkan perdebatan publik. Ide tersebut disampaikan Sekretaris Fraksi
Partai Gerindra DPR, Bambang Haryadi, sebagai respons atas maraknya isu liar di
platform digital.
“Jadi kita kan paham bahwa social media itu benar-benar
sangat terbuka dan susah. Isu apa pun bisa dilakukan di sana. Kadang kita juga
harus cermat dalam menanggapi isu social media itu,” ujar Bambang di Gedung DPR,
Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Menurut Bambang, pembatasan kepemilikan akun diperlukan agar
informasi yang beredar di media sosial lebih dapat dipertanggungjawabkan.
“Bahkan kami berpendapat bahwa ke depan, perlu juga single account. Setiap
warga negara hanya boleh memiliki satu akun. Kami belajar dari Swiss, misalnya,
satu warga negara hanya punya satu nomor telepon, hanya satu punya akun
sosmed,” katanya.
Namun, pernyataan Bambang memunculkan tanda tanya. Ia tidak
menjelaskan aturan spesifik di Swiss yang dimaksud, sementara hingga kini tidak
ditemukan regulasi di negara tersebut yang mewajibkan warganya hanya memiliki
satu nomor telepon maupun satu akun media sosial.
Terlepas dari itu, Bambang menegaskan wacana ini penting
demi mencegah penyalahgunaan medsos, termasuk munculnya akun anonim atau buzzer
yang kerap memicu kegaduhan politik. “Kita paham era sosial media ini sangat
sedikit brutal. Kadang isu yang belum pas, kadang digoreng sedemikian rupa
hingga membawa pengaruh kepada kelompok-kelompok rasional,” ucapnya.
Ia menambahkan, gagasan ini bukan untuk membatasi kebebasan
berpendapat, melainkan untuk menata ruang digital agar lebih sehat. “Maka kami
berpikir bahwa ke depan, mudah-mudahan, bukan ini membatasi demokrasi, tapi
kita harus meng-clear-kan, bahwa jangan sampai kebebasan bersosial media malah
digunakan sebagai sarana framing yang negatif,” imbuhnya.
Meski demikian, usulan ini berpotensi memicu perdebatan.
Pihak yang menolak kemungkinan akan menilai kebijakan tersebut tidak realistis
secara teknis dan berpotensi melanggar hak warga untuk berekspresi di ruang
digital. Sementara, pendukungnya mungkin menilai pembatasan akun dapat menekan
penyebaran hoaks serta mengurangi polarisasi politik di media sosial.