![]() |
| Foto istimewa |
Jakarta — Komitmen Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) untuk memperkuat reputasi akademik mendapat dorongan dari salah satu dosen mudanya yang dikenal produktif dan visioner, Dr. Muhammad Aras Prabowo. Gagasan dan karya ilmiah Aras yang menekankan integrasi akuntansi dengan kearifan lokal diyakini dapat menjadi arah baru pengembangan riset di kampus tersebut.
Ketua Kajian Advokasi dan Pembangunan Daerah (Kadera Institute), Gamal Marinyo, menilai Aras merupakan figur akademisi muda yang mencerminkan potensi besar UNUSIA dalam mencetak tradisi keilmuan yang berakar pada nilai-nilai Nusantara. Menurut Gamal, produktivitas Aras dalam publikasi ilmiah—yang telah mencapai ratusan artikel di berbagai jurnal nasional dan internasional—merupakan bukti konsistensinya dalam mendorong penguatan riset kampus.
“Aras Prabowo menunjukkan bahwa perguruan tinggi Indonesia mampu menghasilkan model pemikiran yang orisinal, relevan, dan berkarakter. Pendekatan riset berbasis kearifan lokal yang ia usung bukan hanya memperluas cakrawala akademik, tetapi juga mengembalikan ilmu pengetahuan kepada konteks sosial-budaya tempat ilmu itu dibutuhkan,” ujar Gamal.
Aras dikenal dengan sejumlah kajian yang menjembatani akuntansi modern dengan nilai-nilai budaya Nusantara, seperti akuntansi spiritual, etika profesi berbasis budaya lokal, governance sektor publik, hingga isu pembangunan ekonomi dan sosial. Pendekatannya kerap dianggap sebagai penyegaran di tengah dominasi perspektif Western-centric dalam kajian akuntansi di Indonesia.
Gamal menambahkan bahwa UNUSIA dapat menjadikan gagasan Aras sebagai pijakan strategis untuk memperkuat distingsi institusional. Menurutnya, perguruan tinggi tidak cukup hanya berkompetisi di tingkat publikasi, tetapi juga perlu menawarkan narasi keilmuan yang unik dan membumi.
“Jika UNUSIA mengangkat pendekatan ini pada level kelembagaan—misalnya melalui pusat riset tematik, kurikulum berbasis budaya Nusantara, atau kerja sama riset lintas daerah—maka kampus ini bisa tampil sebagai pusat pengembangan ilmu yang tidak sekadar akademis, tetapi juga relevan dengan kebutuhan masyarakat,” jelas Gamal.
Ia menegaskan bahwa penguatan identitas keilmuan berbasis kearifan lokal tidak hanya penting secara akademik, tetapi juga strategis dalam menghadapi tantangan global. Di saat dunia mencari model pembangunan yang lebih humanis dan berkelanjutan, Indonesia punya kekayaan budaya yang dapat menjadi fondasi pendekatan ilmiah alternatif.
“Aras Prabowo sudah meletakkan batu pijakan penting. Tugas institusi adalah memastikan energi dan gagasan itu tumbuh menjadi kekuatan kolektif. UNUSIA berpeluang besar menjadi kampus yang unggul, khas, dan berpengaruh di peta pendidikan tinggi nasional,” pungkas Gamal.
Dengan dorongan tersebut, UNUSIA dipandang memasuki momentum penting untuk menegaskan arah keilmuan yang berakar kuat pada tradisi Nusantara, sekaligus berdaya saing di tingkat global.
