![]() |
Foto istimewa |
Oleh: Alfajri A Rahman
Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Keluarga Alumni Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (DPP KA-UMMU)
Pemilihan rektor Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) kembali menjadi momentum penting bagi arah pengembangan perguruan tinggi Muhammadiyah di kawasan timur Indonesia. Gagasan para calon rektor, sebagaimana lazimnya, berfokus pada peningkatan kualitas pendidikan, riset, inovasi, relevansi, serta kolaborasi universitas di tingkat nasional maupun internasional. Namun, yang jauh lebih penting dari sekadar visi-misi indah di atas kertas adalah kesiapan rektor terpilih untuk terbuka terhadap semua kalangan dan menerima kritik dengan lapang dada.
Sebagai kampus Muhammadiyah, arah kebijakan UMMU tentu berpijak pada implementasi Catur Dharma Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) — yaitu pendidikan dan pengajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, serta penguatan Al-Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK). Empat pilar inilah yang menjadi fondasi utama dalam membangun universitas yang unggul, berdaya saing, dan berkarakter Islami.
Dalam kontestasi kali ini, lima kandidat muncul sebagai representasi berbagai fakultas dan elemen akademik kampus: Prof. Dr. Abdul Halil, Prof. Dr. Ahmad Talib, Dr. Ranita Rope, Dr. Tati Sumiati, dan Dr. Sofyan Abas. Mereka tentu memahami betul dinamika internal kampus serta tantangan eksternal yang akan dihadapi dalam lima tahun ke depan.
Menjawab Tantangan Zaman
Ke depan, siapapun rektor yang terpilih dituntut bekerja keras mengerahkan seluruh energi positif untuk membawa UMMU melangkah lebih maju. Beberapa isu krusial patut menjadi perhatian utama.
Pertama, peningkatan kualitas akademik dosen dan pegawai. UMMU perlu meninjau kembali kurikulum agar selaras dengan kebutuhan industri dan perkembangan zaman. Pembukaan program studi baru harus mempertimbangkan relevansi serta animo calon mahasiswa. Di sisi lain, dosen dan pegawai perlu terus ditingkatkan kompetensinya melalui pelatihan dan capacity building yang sejalan dengan nilai-nilai Muhammadiyah.
Kedua, pembelajaran inovatif. Di era digital, metode konvensional sudah tidak cukup. UMMU harus berani bertransformasi ke arah pembelajaran berbasis teknologi siber dan digitalisasi pendidikan. Tantangan ini sekaligus peluang untuk menarik minat mahasiswa baru dan meningkatkan kualitas lulusan.
Ketiga, integrasi nilai-nilai Al-Islam dan Kemuhammadiyahan. AIK tidak boleh hanya menjadi mata kuliah formalitas, tetapi harus diinternalisasi dalam seluruh kegiatan akademik, sosial, dan kemasyarakatan. Mahasiswa, dosen, dan pegawai harus mampu menampilkan akhlak dan etos kerja Islami di setiap aspek kehidupan kampus.
Keempat, penguatan riset dan inovasi. Rektor ke depan harus mampu mendorong kolaborasi lintas fakultas dan lembaga luar kampus untuk menghasilkan riset yang berdampak langsung pada masyarakat. Pengembangan kewirausahaan mahasiswa juga penting agar kampus menjadi inkubator lahirnya startup dan pencipta lapangan kerja baru. Di sisi lain, publikasi ilmiah internasional perlu menjadi budaya akademik yang wajib bagi dosen dan pimpinan.
Kelima, transformasi digital dan tata kelola modern. Kampus harus membangun sistem informasi terintegrasi yang mendukung seluruh kegiatan akademik dan administrasi. Literasi digital civitas akademika harus terus diperkuat agar efisiensi dan transparansi dapat terwujud.
Terakhir, penguatan jejaring alumni. Sebagai kampus swasta, UMMU tidak bisa hanya bergantung pada sumber daya internal. Rektor mendatang harus mampu membangun kolaborasi strategis dengan alumni yang telah tersebar di berbagai sektor untuk mendukung pengembangan kampus, baik dalam hal pembiayaan, inovasi, maupun jejaring kerja.
Tulisan ini bukan untuk menggurui, melainkan sebagai refleksi bersama. UMMU membutuhkan pemimpin yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga bijak, terbuka, dan berjiwa servant leadership. Siapapun yang terpilih nanti, semoga mampu membawa UMMU menjadi kampus unggul, modern, dan berkarakter Islami, yang benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat dan kemajuan bangsa.