KELAPA DAN PENDIDIKAN DUA WARISAN PENTING DARI PETANI KASIRUTA UNTUK MASA DEPAN

Editor: Admin

 

Foto AI

Oleh :

Asyhari Andi Usman

_Kelapa dan Pendidikan adalah dua warisan penting yang saling melengkapi, serta mengingatkan kita bahwa perjuangan petani adalah pondasi bagi keberlangsungan bangsa_ .

Hari Tani Nasional 2025 menjadi saat yang tepat untuk merenungkan kembali perjuangan para petani di pelosok negeri. Di pulau kecil Kasiruta yang berada di gugusan Maluku Utara, ada kisah sederhana namun penuh makna tentang kehidupan seorang petani kelapa yang tak pernah menyerah dalam menyekolahkan anaknya. Pulau ini dikenal dengan hamparan pohon kelapa yang tumbuh subur di sepanjang pesisir. Bagi masyarakatnya, kelapa bukan sekadar tanaman, melainkan sumber kehidupan yang menopang keluarga dari generasi ke generasi. Dari batang, daun, buah, hingga sabutnya, semuanya memberi manfaat. Tetapi lebih dari itu, kelapa juga menjadi jalan perjuangan untuk sebuah harapan. Setiap butir kelapa yang jatuh dari pohon adalah tanda rezeki yang bisa ditukar dengan buku sekolah, seragam, atau ongkos penyeberangan ke pulau lain demi pendidikan anak-anak mereka.

Bagi seorang petani di Kasiruta, kelapa adalah warisan kehidupan. Sejak dulu, pohon ini hadir di setiap pekarangan, di setiap ladang, bahkan menjadi penanda identitas sosial. Menanam kelapa bukanlah pekerjaan instan, butuh waktu bertahun-tahun untuk berbuah. Tetapi kesabaran itu sebanding dengan hasilnya, sebab kelapa mampu memberi nafkah yang berkelanjutan. Nilai kesabaran inilah yang diwariskan pula dalam kehidupan keluarga. Mereka percaya pendidikan sama seperti kelapa: memerlukan waktu panjang, penuh pengorbanan, namun kelak akan menghasilkan buah yang tak ternilai. Dengan cara itulah orang tua di pesisir pulau ini menyemai harapan, mengajarkan bahwa perjuangan hari ini bukan hanya untuk kehidupan saat ini, tetapi juga untuk masa depan generasi.

Namun menyekolahkan anak di sebuah pulau kecil bukan perkara mudah. Sekolah dasar mungkin masih ada di desa, tetapi untuk melanjutkan ke tingkat menengah, banyak anak harus berjalan jauh bahkan menyeberang laut. Biaya transportasi tidak murah, harga barang kebutuhan sehari-hari tinggi, sementara penghasilan petani kelapa sering kali tidak menentu. Harga kopra bisa naik turun, pasar sering kali tidak berpihak, dan kadang hasil panen tak cukup menutup biaya sekolah. Di sinilah keteguhan hati seorang petani diuji. Meski dalam keterbatasan, mereka tetap berjuang, sebab mereka yakin bahwa pendidikan adalah jalan agar anak-anak tidak hanya hidup bergantung pada kebun, tetapi juga memiliki kesempatan memperluas masa depan di dunia yang semakin berubah.

Setiap ikatan kopra yang dipikul menuju perahu, setiap butir kelapa yang dipanjat dari pohon tinggi, dan setiap tetes keringat yang jatuh di kebun adalah simbol pengorbanan. Bagi sang petani, pendidikan bukan hanya tiket menuju pekerjaan, tetapi simbol martabat. Ia adalah bukti bahwa pengorbanan orang tua tidak sia-sia. Melihat anak-anak mereka mengenakan seragam putih biru atau putih abu-abu adalah kebanggaan tersendiri, karena di balik seragam itu tersimpan doa dan air mata. Pendidikan bagi anak-anak pulau adalah harapan untuk melampaui batas geografi, untuk menembus keterbatasan, dan untuk membuka jalan kehidupan yang lebih adil.

Hari Tani Nasional memberi kesempatan untuk menyadari bahwa perjuangan petani bukan hanya soal pangan, tetapi juga tentang keberlanjutan kehidupan bangsa. Dari tanah dan laut mereka lahir generasi yang kelak memimpin negeri. Kisah petani kelapa Kasiruta mengajarkan bahwa kerja keras mereka bukan hanya demi dapur tetap berasap, melainkan juga demi melihat anak-anak menggapai mimpi. Maka tanggung jawab negara dan masyarakat adalah memastikan mereka tidak berjalan sendirian. Harga hasil kebun yang adil, infrastruktur pendidikan yang merata, dan akses transportasi yang layak adalah bentuk nyata keadilan sosial yang harus diwujudkan. Tanpa itu, perjuangan petani hanya akan menjadi kisah panjang yang penuh keringat namun minim penghargaan.

Kelapa dan pendidikan pada akhirnya adalah dua warisan penting yang saling terkait erat. Kelapa menjadi warisan nyata yang bisa dipetik dan dijual, sementara pendidikan menjadi warisan tak kasat mata yang hidup dalam pikiran dan hati anak-anak. Tanpa kelapa, pendidikan sulit terwujud, sebab dari hasil kebunlah biaya sekolah diperoleh. Namun tanpa pendidikan, kelapa bisa kehilangan maknanya, karena generasi berikutnya mungkin tak lagi menghargai nilai kerja keras yang ditanamkan leluhur. Dua warisan ini saling menopang, saling melengkapi, dan saling menjaga agar kehidupan tetap berlanjut.

Kisah seorang petani di pesisir Kasiruta juga menjadi inspirasi bagi generasi muda Indonesia. Pendidikan yang mereka jalani hari ini bukanlah sesuatu yang datang dengan mudah, melainkan buah dari pengorbanan yang panjang. Ada ayah yang berpanas-panasan di kebun, ada ibu yang berhemat menahan lapar, ada keluarga yang rela menukar kenyamanan dengan harapan. Dari sana lahir tanggung jawab moral bagi anak-anak petani yang berhasil mengenyam pendidikan tinggi. Mereka seharusnya tidak melupakan akar, karena pendidikan yang mereka raih bukan hanya milik pribadi, tetapi juga amanah untuk mengangkat derajat keluarga, desa, dan tanah kelahiran mereka.

Refleksi dari Hari Tani Nasional 2025 ini memberi pesan bahwa warisan sejati bukanlah harta yang melimpah, melainkan ketekunan yang diwariskan melalui pohon kelapa dan harapan yang dititipkan lewat pendidikan. Kelapa akan terus berdiri di tepi pantai, daunnya melambai dalam angin, menjadi saksi perjuangan hidup. Sementara itu, pendidikan akan terus berjalan di kaki anak-anak petani yang melangkah ke sekolah dengan penuh mimpi. Dua warisan ini akan melampaui batas pulau, melintasi generasi, dan menjadi bagian dari perjalanan bangsa.

Pada akhirnya, perjuangan seorang petani kelapa Kasiruta adalah refleksi bahwa masa depan Indonesia bergantung pada keadilan bagi petani dan keberlanjutan pendidikan bagi generasi muda. Kelapa dan pendidikan adalah dua warisan penting yang akan selalu dijaga, dua harta paling berharga yang tak hanya dimiliki keluarga petani, tetapi juga bangsa secara keseluruhan. Dalam setiap butir kelapa yang jatuh dan dalam setiap halaman buku yang dibuka, tersimpan doa yang sama: semoga perjuangan hari ini menjadi warisan yang abadi bagi masa depan yang lebih baik.

Share:
Komentar

Berita Terkini